![IPHI Rapat dengan Komisi VIII DPR RI tentang Perubahan UU Haji](https://id1.dpi.or.id/uploads/images/2025/02/image_750x395_67b59f484a0e1_1.jpg)
JAKARTA - Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) sebagai bagian dari mitra pemerintah dalam bidang penyelenggaraan haji dan umrah berkomitmen terus mengawal pelaksanaan ibadah semakin baik dan berkualitas. Di antaranya melindungi jamaah dari calo dan broker yang berkeliaran mencari mangsa.
‘’Kami mendengar di daerah masih ada calon jamaah haji maupun umrah yang menjadi korban calo atau broker. Pemerintah harus membersihkan calo-calo ini, ’’ tegas Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (PP IPHI) Eman Suparno, usai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VIII DPR RI di Jakarta, Selasa (18/02/2025).
Rapat dengar pendapat dipimpin H Singgih Januratmoko SKH MM dengan agenda membahas strategi peningkatan layanan haji dan bimbingan umrah dalam draf revisi UU tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Selain dengan PP IPHI rapat juga dihadiri Ketua Umum Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (FK KBIHU) KH Manarul Hidayat.
H Erman Suparno yang didampingi Sekjen PP IPHI Bambang Irianto pada kesempatan itu menyampaikan usulan tentang ikhtiar peningkatan kualitas penyelenggaraan haji dan umroh sejak persiapan di Tanah Air, pelaksanaan di Tanah Suci hingga pascahaji.
‘’Perubahan terhadap UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umroh menjadi sebuah kebutuhan mendesak guna menjawab tantangan penyelenggaraan haji yang semakin kompleks, ’’ kata mantan Menteri Tenaga Kerja RI itu.
IPHI menurut Erman, mengusulkan revisi regulasi ini agar mampu meningkatkan kualitas layanan, memastikan transparansi dalam pengelolaan dana, serta memberikan kepastian hukum bagi seluruh aspek penyelenggaraan haji dan umrah.
‘’Salah satu fokus utama dalam usulan ini adalah modernisasi sistem pengelolaan dana haji
dengan merujuk pada ide IPHI yang terbaik yang telah terbukti efektif dalam mengelola dana
jemaah secara syariah dan memberikan manfaat lebih luas bagi umat, ’’ kata Erman.
Dengan pengelolaan yang lebih efisien dan berbasis investasi syariah, dana haji tidak hanya menjadi dana pasif, tetapi juga dapat berkembang guna menopang biaya subsidi bagi jemaah yang membutuhkan serta meningkatkan fasilitas layanan haji secara keseluruhan.
Regulasi penyelenggaraan haji dan umrah menurut IPHI perlu diperjelas, termasuk dalam hal
pengaturan visa haji dan umrah bagi jamaah yang melakukan umrah secara mandiri atau backpacker tanpa melalui agen perjalanan resmi.
‘’Pencegahan penggunaan visa lain untuk berhaji seperti visa ziarah atau visa kerja yang kemudian
disalahgunakan untuk berhaji. Perbaikan layanan haji sejak tahap pendaftaran, pengelolaan kuota, hingga kepulangan ke Tanah Air. Transparansi sistem pendaftaran haji berbasis digital sehingga calon jemaah dapat memantau antrean dan jadwal keberangkatan mereka secara real-time, ’’ tegas Erman.
Distribusi kuota menurutnya harus lebih proporsional dengan mempertimbangkan prioritas seperti lansia dan calon jemaah yang telah lama menunggu.
Anggota Komisi VIII DPR RI Ina Ammania menilai batas usia pendamping dan pembimbing jamaah haji perlu diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
"Tentu harus dimaktubkan dalam UU, batas usia untuk pendamping dan pembimbing, " kata Ina.
Menurut Ina, usia pendamping ataupun pembimbing yang lebih muda dapat membantu secara maksimal beragam kendala yang dihadapi jamaah selama menunaikan ibadah haji di Tanah Suci.
Selain usia, Ina berpandangan pula syarat kondisi kesehatan yang baik dari pendamping dan pembimbing haji juga perlu diatur dalam revisi UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Wakil Ketua Umum FK KBIHU KH Sunidja
mengusulkan agar revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah mengatur satu orang pembimbing haji dari KBIHU membimbing 90 orang.
"Idealnya, satu orang pembimbing mendampingi 45 orang, satu rombongan. Tetapi kami menyadari barangkali karena nanti berpotensi mengambil porsinya jamaah, maka menurut kami, setidaknya 90 orang atau dua rombongan dengan satu pembimbing, " Ungkap KH Sunidja.
Menurut Sunidja, dengan membimbing 90 jamaah haji, para pembimbing dari KBIHU dapat bekerja secara lebih efisien.
"Sembilan puluh orang dengan satu pembimbing itu agar tidak terlalu berat dan efektif, " katanya.
Pada saat ini jumlah jamaah haji yang dibimbing oleh pembimbing dari KBIHU diatur dalam Pasal 56 ayat (2) poin b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Pasal tersebut mengatur bahwa KBIHU harus memperoleh jamaah haji paling sedikit 135 orang untuk satu pembimbing.
(N.Son/Agus F/Djarmanto-YF2DOI)